Jumat, 11 Mei 2012

sastra pujangga baru


Nama  : Erwinda Hapsari
Nim     : 1101055029
Prodi   : Bahasa Indonesia
Kelas   : 2 D

RANGKUMAN
BAB III          SASTRA PUJANGGA BARU
1.                  Latar Belakang
2.                  Masa Awal Pujangga Baru
3.                  Majalah Pujangga Baru
4.                  Pengaruh Angkatan 80
5.                  Konsep Seni Pujangga Baru
6.                  Polemik Kebudayaan
7.                  Beberapa Ciri Sastra Pujangga Baru
8.                  Para Sastrawan Pujangga Baru

1.                  LATAR BELAKANG
a.       Pendidikan Belanda
Pendidikan Belanda dimulai pada tahun 1850. Namun yang memperoleh pendidikan waktu itu hanya golongan bangsawan rendah, yang biasa disebut kaum priyayi. Kaum priyayi ini memang diperlukan pemerintah Belanda sebagai alat penghubung dengan rakyat dalam pemerintahannya. Dan inilah sebabnya para priyayilah yang meengenal sastra modern pada masa embrional. Jadi setelah tahun 1850 muncullah golongan terpelajar yang berasal dari golongan priyayi. Tidak mengherankan kalau organisasi pergerakan nasional yang pertama dibentuk oleh kaum priyayi ini (Budi Utomo).
Dengan adanya Politik Etis pada tahun 1904, maka pendidikan Belanda meluas di kalangan rakyat biasa. Dua tahun sejak di umumkannya politik etis ini, berdirilah sekolah-sekolah rakyat yang terdiri dari dua macam: yakni sekolah Kelas Dua, yang mendidik calon-calon pegawai rendah, muridnya berasal dari golongan masyarakat biasa. Sekolah Kelas Satu, muridnya terdiri dari anak-anak golongan masyarakat menengah. Pelajaran yang diberikan hanyalah membaca, menulis dan berhitung.
Untuk anak-anak golongan menengah atas didirikan H.I.S. (Hollandsch Indische School) yang sama dengan sekolah dasar sekarang. Setamat dari H.I.S. murid dapat melanjutkan ke MULO  (SMTP), lalu ke AMS (SMA). Anak boleh terus bersekolah kalau penghasilan dan jabatan orang tuanya memenuhi syarat. 
Sejak tahun 1920 didirikanlah perguruan tinggi teknik hukumdan pertanain, melengkapi sekolah kedokteran (STOVIA) yang sudah ada di Jakarta sejak permulaan abad 20.
Di samping itu pihak swasta pribumi juga banyak mendirikan sekolah, seperti Muhamadiyah, Serikat Islam, Taman Siswa, Perguruan Rakyat, Ksatrian Institut, INS Kayutaman.
Dapat dikatakan bahwa masa antara tahun 1910–1930 merupakan masa subur dalam pengajaran. Dengan sendirinya jumlah kaum terpelajar juga semakin banyak di Indonesia. Hal ini dapat menjelaskan mengapa penerbit Balai Pustaka amat banyak menerbitkan buku-buku pada masa itu. Pada tahun 1930 dari 60 juta rakyat Indonesia, jumlah kaum terpelajarnya ada 400.000 orang.
Bahwa sastra Pujangga Baru keluar dari golongan masyarakat terpelajar golongan atas, yakni mereka yang mengalami pendidikan setidak-tidaknya MULO atau AMS, bahkan ada yang perguruan tinggi.

b.      Pergerkan Nasional
Munculnya sastra Pujangga Baru juga tidak dapat dipisahkan dari berkembangnya gerakan nasional di Indonesia, bahkan banyak para penulis Pujangga Baru yang aktif dalam gerakan nasional. Seperti Muhamad Yamin, Amir Hamzah, Sutan Syahrir, Dr.M.Amir dan sebagainya. Pujangga baru adalah pernyataan nasionalisme dalam bidang kebudayaan dan kesusastraan. Pujangga baru merupakan bagian dari pergerakan nasional Indonesia.
Gerakan nasional Indonesia muncul pada tahun 1908 dengan berdirinya Budi Utomo yang didirikan kaum terpelajar priyayi. Sejak itu berdirilah organisasi sosial dan politik yang lain seperti Sarekat Islam, Indische Partij, PKI dan PNI.
Pada tahun 1921-1926 memerintahlah Gubernur Jendral Fock yang bersifat otokratis. Ia menindas gerakan-gerakan nasional yang sekitar tahun 1920 itu sedang berkembang subur. Ia mengakibatkan kaum pergerakan justru semakin berani, sehingga pada tahun 1922 dan 1923 timbullah aksi-aksi pemogokan dari pegawai pegadaian dan kereta api. Dan keresahan ini mencapai puncaknya pada tahun 1926 dengan adanya pemberontakan PKI.
Masa antara tahun 1920-1930 sering disebut sebagai masa radikal dalam pergerakan nasional. Dan kesusastraan yang lahir dari golongan atas yang terpelajar ini ikut menyuarakan aspirasinya.

c.       Pergerakan Pemuda
Para sastrawan Pujangga Baru adalah generasi kedua dalam sastra berbahasa Melayu Tinggi setelah Balai Pustaka. Mereka dilahirkan sekitar tahun 1908, yakni sepuluh atau lima belas tahun lebih muda dari kaum Balai Pustaka.  
Organisasi pemuda yang pertama timbul tahun 1917, yakni Tri Koro Darmo anak organisasi Budi Utomo. Organisasi ini pada tahun 1918 mengubah namanya menjadi Jong Java. Kemudian bermunculanlah organisai-organisasi pemuda yang lain meniru sifat kedaerahan seperti Jong Java, yakni Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Celebes (Sulawesi) dan Pasundan.
Organisai –organisasi pemuda ini ada yang menerbitkan bulletin atau majalah, dalam majalah itu para pemuda yang berbakat menulis karya-karya sastra berbentuk puisi.
Oleh pengaruh gerakan politik yang pada tahun-tahun 1920-an sangat memuncak. Maka para pemuda ini pun juga ikut aktif dalam bidang politik. Rasa persatuan sebagai satu bangsa akhirnya timbul di kalangan mereka.Mengakibatkan terbentuknya keseragaman berpikir antara mereka. Hal ini mempercepat proses persatuan di antara mereka.dari keadaan yang demikian dan pengaruh gerakan nasional radikal tahun 1920-an, mengakibatkan para pemuda cepat mencapai kesepakatan bersama untuk membentuk Negara, bangsa dan bahasa yang satu: Indonesia.

d.      Sastra Elite Nasional
Sastra Pujangga Baru sama sekali berakar dari budaya yang lain sama sekali dengan sastra Balai Pustaka. Balai Pustaka adalah abdi pemerintah colonial ditulis oleh para guru sekolah kelas dua dan untuk konsumsi para pegawai rendahan dan anak-anak sekolah kelas dua. Sedang sastra Pujangga Baru berasal dari kaum terpelajar menengah dan atas yang sudah di jiwai oleh semangat nasionalisme. Sastra Pujangga Baru adalah sastra kebuayaan baru Indonesia yang sesungguhnya. Ia tidak berakar dari daerah. Pujangga Baru mengatasi kedaerahan, kesukun, golongan dan menggunakan bahasa persatuan yang baru: bahasa Indonesia.
Satra Pujangga Baru adalah induk dari sastra Indonesia modern. Jumlah kaum terpelajar menengah dan tinggi dengan sendirinya semakin banyak. Dan golongan masyarakat inilah yang mewarisi dan meneruskan sastra berdasarkan semangat persatuan. Kaum elite nasioanl adalah orang-orang yang berkemampuan, yang dihormati Karena keilmuan Baratnya yang dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi. Mereka memimpin bangsanya ke arah budaya modern berdasrkan budaya Barat yang mereka pelajari. Dan sifat ini terbawa terus oleh kaum penerus sastra Pujangga Baru, yakni sastra Indonesia seterunya.
2.                  MASA AWAL PUJANGGA BARU
Angkatan Pujangga Baru resminya baru muncul tahun 1933, tetapi karya-karya yang bercorak Pujangga Baru dan upaya mendirikan majalah serupa itu telah muncul jauh sebelumnya, yakni sekitar 1921.
Cinta tanah air, rasa kebangsaan dan semangat membangun Negara dan bangsa yang baru yang sangat menonjol sebagi cirri Pujangga Baru. Berkembang bersama giatnya hidup pergerakan nasional di Indonesia.
Usaha untuk menerbitkan suatu majalah kesusastraan yang dapat mempersatukan dan memimpin “para pujangga yang cerai berai” di berbagai majalh itu, sudah dimulai tahun 1921, tetapi selalu gagal. Tahun  1925 pemuda-pemuda berusaha membentuk majalah sastra tetapi juga tidak berhasil. Baru pada tahun 1933 atas usaha Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane, majalah semacam itu dapat diterbitkan dan dinamai Pujangga Baru.

3.         MAJALAH PUJANGGA BARU
Majalah Pujangga Baru terbit pada bulan Mei 1933. Tujuan dari majalah ini adalah: pertama, menumbuhkankesusastraan baru yang sesuai dengan zamannya, kedua, mempersatukan para sastrawan baru dalam satu wadah, yang sebelum itu bercerai berai.
Pujangga Baru juga mendapat kritik dari guru-guru bahasa Melayu, karena banyaknya memasukan kata-kata bahasa daerah dan bahasa asing. Pujangga Baru adalah majalah “pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan baru, kebudayaan persatuan indonesia”.
Majalah Pujangga Baru hidup sampai tahun 1942. Ketika jepang masuk Indonesia, majalah ini dilarang terbit karena bersifat kebarat-baratan. Jepang yang fasistis itu sangat tidak menyukai segala yang mengingatkan kebudayaan Barat. Sebenarnya hanya sampai di situ sajalah usia Pujangga Baru, yakni selama 9 tahun. Zaman Pujangga Baru telah di susul dengan munculnya sastra angkatan 45.

4.        PENGARUH ANGKATAN 80
           a.     De Tachtigrs
                   Angkatan 80 atau gerakan delapanpuluh  (De Tachtigers) adalah gerakan  kesusastraan di Belanda sekitar tahun 1880. Gerakan ini ingin memperbaharui sastra Belanda yang pada waktu itu dikuasai para pendeta. Sastra Belanda pada waktu itu dianggap kolot dan terlalu lunak. Gerakan pembaharuan ini dipimpin oleh para mahasiswa yang berusia sekitar 20 tahun.Mereka kemudian mendirikan majalah yang dinamai Pandu Baru.
                  Sastrawan-sastrawan Gerakan 80 ini dipengaruhi oleh Romantik Inggris, individualisme Prancis (Baudelaire) dan naturalisme Prancis. Segera para sastrawan muda ini bentrok dengan para sastrawan lama. Para sastrawan muda ini mengejek menghantam dan membuat parodi atas para sastrawan lama. Dan senjata yang paling meyakinkan adalah karya-karya kreatif mereka sendiri.

b.     Pengaruh Gerakan 80
        kaum Pujangga Baru adalah orang-orang yang mengalami pendidikan menengah atas. Pelajaran I sekolah-sekolah golongan atas itu memakai bahasa Belanda sebagai pengantar.Dengan demikaian kesusastraan Belanda tidaklah asing bagi murid sekolah menengah atas seperti HBS, AMS dan HIK. Kaum Pujangga Baru tentu tidak asing terhadap timbulnya Gerakan 80 ini.Dan dalam beberapa hal memang nampak persamaan sejarah mereka. Kaum Pujangga Baru menentang sastra lama yang diwakili orang-orang Balai Pustaka. Kalau Pandu Baru menentang golongan de Gide yang didirikan oleh kaum sastrawan lama di Belanda, maka Pujangga Baru juga menentang Balai Pustaka yang kolot dan mengabdi kepada pemerintah dengan setia pada daerah sendiri.
        Pertentangan yang ada dalam Pandu Baru terjadi juga, dan sama dengan pertentangan dalam Pujangga Baru. Dan pengaruh inilah yang amat nyata. Meskipun konsep Willem Kloose tidak sepenuhnya diterima oleh kaum Pujangga Baru.
5.     KONSEP SENI PUJANGAG BARU
                  Dalam Pujangga Baru terdapat pula pertentangan dalam konsep seni seperti dalam Gerakan 80 di Belanda. Konsep seni ini menjawab pertanyaan untuk apa seni diciptakan dan apakah sebenarnya seni itu. Dalam Pujangga Baru ada dua pendapat yang saling bertentangan, yakni antara “Seni untuk Masyarakat yang sedang membangun” dan “Seni untuk Seni”. Yang pertama dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan alam beberapa hal disetujui Armijn Pane, dan yang kedua dipimppin oleh Sanusi Pane.
                  Kiranya konsep seni Armijn Pane merupakan jalan tengah antara pertentanagan Takdir dan Sanusi Pane. Namun dalam masalah bentuk dan isi seni, Armijn Pane cenderung kepada pendapat Takdir. Tentang ini Armijn Pane berkata: “Yang lebih penting kepada kita ialah isi sajak atau karangan. Rupa dan bentuknya hanya penolong akan menyatakan dan akan menarik perhatian kepada isinya itu”. Pendapat Sanusi Pane: “Isi tidak bisa dipisahkan dari bentuk, dan bentuk tidak bisa dipisahkan dari isi. Pada detik mencipta pikiran dan perasaan seniamn dengan sendirinya mendapat bentuk yang setepat-tepatnya. Jadi: bentuk dan isi bersama-sama lahir dari jiwa penyair”.